Tanggal 19 September 2012, saya mengalami kecelakaan yang menyebabkan patah pada kedua kaki saya dan dislokasi di kedua tangan. Dan dua setengah tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 24 Maret 2015 lalu, saya mengalami patah tulang paha kaki kanan untuk kedua kalinya.
Kronologi kejadian
22 April 2014, saya divonis menderita osteoarthritis pada sendi panggul kiri dimana bantalan sendi yang notabene terus bergesek satu sama lain, terkikis lebih cepat daripada kemampuannya untuk tumbuh kembali. Kondisi ini memaksa saya untuk kembali memakai alat bantu jalan untuk mengurangi efek kerusakan sehingga sendi dapat bertahan lebih lama. Sampai hampir satu tahun kemudian, 28 Januari 2015, saya dinyatakan mengalami avascular necrosis yaitu keadaan dimana bantalan sendi sudah benar-benar habis sehingga harus diganti dengan sendi buatan melalui prosedur operasi bedah.Selasa, 24 Februari 2015, sebelum mengganti sendi panggul kiri saya memutuskan untuk terlebih dahulu melepas plat paha kanan. Hal ini saya putuskan dengan pertimbangan, apabila saya terlebih dahulu selesai dengan sendi kiri dan sudah merasa nyaman, pastilah saya malas kembali ke dokter ortopedi untuk menjalani operasi bedah lain yaitu melepas plat kanan.
Pemulihan dari operasi ini terbilang cepat, dan memang saya percepat karena saya tidak ingin terlalu lama membolos dari pekerjaan saya, dan juga agar segera bisa menjalani operasi kedua yaitu operasi penggantian sendi kiri.
Saya banyak konsumsi suplemen seperti Spirullina dan Gamat dengan tujuan mempercepat pemulihan luka bedah. Suplemen kalsium Calos resep dokter dan satu lagi suplemen kalsium yang diproduksi oleh perusahaan yang sama dengan Spirullina.
Pulang dari rumah sakit saya langsung melatih kaki agar bisa segera ditekuk. Hari ke 7 kaki sudah dapat ditekuk lebih dari 90 derajat. Hari ke 13 saya sudah dapat kembali mengendarai sepeda kesayangan saya. Tapi sayangnya, pada saat itu jahitan belum dilepas sehingga kadang terasa perih ketika berkeringat.
Setelah jahitan dilepas dan bisa mandi dengan normal, Senin, 16 Maret 2015 saya sudah kembali berangkat bekerja dengan diantar oleh ibu. Pada hari Jumat, 20 Maret 2015 saya memutuskan untuk berangkat sendiri dengan bersepeda seperti biasa. Namun sayangnya Senin, 23 Maret 2015 saya kembali tidak berangkat bekerja karena sakit di sendi kiri. Selasa, 24 Maret 2015 pagi, saya kembali menemui dokter bedah ortopedi saya untuk menjadwalkan operasi penggantian sendi kiri.
Hari itu saya membawa sangat banyak barang bawaan, diantaranya laptop 14 inci yang lumayan tebal dan berat, charger laptop, dua buku bacaan, gembok sepeda u-lock yang bahannya sangat padat dan berat, dan barang-barang lainnya. Jadi meski urusan baru selesai setelah hampir sore hari, saya tetap menyempatkan mampir ke kantor karena memang hari itu saya berencana meninggalkan beberapa bawaan berat di kantor agar besoknya saya dapat bersepeda tanpa terlalu membebani punggung.
Sejak dari rumah sakit saya merasakan nyeri di paha kanan. Ketika berjumpa dengan dokter nyeri tersebut baru terasa sedikit dan saya pikir hanya masalah otot. Semakin sore rasa nyeri semakin terasa. Saya tetap berusaha bertahan dan sama sekali tidak berpikir bahwa nyeri tersebut adalah asalnya dari tulang.
Foto di atas saya ambil di depan rumah sakit ketika menunggu Ibu yang sedang mengambil sepeda motor di tempat parkir.
Setelah sampai di kantor, saya berjalan menyusuri trotoar perlahan-lahan karena rasa nyeri semakin intens. Saya memang masih menggunakan dua alat bantu jalan tapi sama sekali tidak untuk menyangga kaki kanan yang baru saja lepas plat melainkan untuk menyangga sendi paha kaki kiri yang sudah pada puncak kerusakaanya.
Setengah perjalanan dari tempat saya turun menuju ke kantor, saya disapa oleh dua teman yang berbeda kantor. Waktu itu sekitar pukul 15.00, jadi kemungkinan besar mereka berdua sedang menuju mushala untuk melaksanakan sholat ashar.
"Dari mana, Mas!", sapa mereka dengan suara lantang karena jarak kami yang agak jauh.
"Dari kontrol, Pak!", dan glekkk, tiba-tiba saya kehilangan keseimbangan dan jatuh kebelakang seolah ditabrak dari belakang di bagian kaki.
Saya benar-benar tumbang tanpa perlawanan. Setelah saya jatuh pada posisi terlentang dengan setengah badan bagian bawah berada di trotoar dan bagian atas berada di aspal, barulah sadar bahwa paha kaki kanan saya patah lagi. Kedua teman yang menyapa saya tadi langsung berlari ke arah saya untuk menolong. Tapi saya yang pada saat itu sangat sadar dengan apa yang terjadi, langsung menahan mereka untuk mengubah posisi saya terlalu jauh. Saya jelaskan bahwa kaki saya patah.
Salah satu teman saya berlari ke kantor dengan maksud mencari pertolongan tambahan. Hampir semua orang di kantor saya dan kantor sebelah yang masih sama-sama di satu-lantai satu-sisi gedung langsung berdatangan untuk melihat keadaan saya dan membantu kebutuhan saya seperti menyangga saya ke posisi setengah duduk, membantu memberikan minum air putih dan teh hangat, melepas jaket, mengambil tas dari punggung saya. Akhirnya saya dibawa kembali ke rumah sakit dengan ambulan.
Foto di atas adalah foto sepeda kesayangan saya yang saya gunakan sebagai transportasi harian untuk perjalanan 15 km berangkat dan 15 km pulang (~30 km setiap hari). Memang tidak ada kaitannya dengan kejadian tersebut. Tetapi di tempat itulah saya terjatuh. Tepatnya di trotoar dekat pohon yang tertutup bayangan gelap.
Kenapa bisa patah lagi?
Kenapa kaki saya bisa patah lagi setelah 2,5 tahun? Padahal selama itu saya sangat aktif dan tidak pernah ada masalah dengan kaki kanan.
Ketika patah tulang 2,5 tahun yang lalu, saya pulih bersama sepeda. Sebelum saya benar-benar bisa berjalan tanpa alat bantu, saya terlebih dahulu bersepeda. Setelah saya lepas dari alat bantu, saya terus dan selalu bersepeda. Saya sempat bersepeda dari Jogja ke Solo dan kembali lagi ke Jogja. Saya sempat kembali bermain skateboard. Sejak 2014, saya juga rutin berenang.
Ada beberapa kemungkinan kenapa kaki saya bisa patah kembali.
Yang pertama karena setelah plat dilepas, masih ada lubang-lubang bekas sekrup yang belum menutup sehingga sebenarnya saya dituntut untuk ekstra hati-hati dan tidak terlalu memforsir kegiatan yang melibatkan kaki yang sedang dalam masa penyembuhan.
Yang kedua karena pen terlalu lama merekat pada tulang. Pen jenis plat mengikat tulang dengan kuat sehingga tulang tidak punya kesempatan untuk bergerak. Sifat asli tulang adalah sedikit lentur. Gerakan-gerakan yang mengakibatkan tulang sedikit bergerak ini akan membuat tulang terstimulasi untuk tumbuh lebih kuat untuk menyesuaikan dengan kebutuhan/aktifitas pemilik tulang. Sedangkan tulang yang terpasang plat tidak punya kesempatan untuk bergerak. Dan bagian tulang yang terlalu lama tersangga plat akan menjadi 'manja' dan akan melemah seiring berjalannya waktu.
Faktor lainnya adalah saya terlalu percaya diri dengan suplemen yang sudah saya konsumsi. Hal ini diperparah oleh kondisi sendi paha kiri yang makin memprihatinkan sehingga memaksa saya untuk terlalu fokus mengembalikan kekuatan otot ketimbang menjaga tulang paha yang sedang dalam masa pemulihan. Bahkan saya belum sempat foto ronsen untuk melihat seperti apa keadaan tulang paha kanan saya setelah dilepas platnya.
Ganti jenis pen dan tunda operasi sendi paha kiri
Bekas sekrup yang yang belum menutup sempurna membuat saya tidak bisa lagi menggunakan pen jenis plat sehingga dokter memutuskan untuk memasang pen jenis nail (kuntscer/intramedularry nail) yaitu jenis pen yang dipasang dengan cara dimasukkan ke dalam rongga tulang. Patahan tulang saya juga tidak benar-benar lurus melaikan bergerigi. Dokter menilai patahan seperti ini sebagai patahan yang stabil secara rotasional sehingga saya bisa menggunakan nail tanpa sekrup pengunci sama sekali.
Tidak seperti plat, pasien yang menggunakan nail bisa segera latihan berjalan dengan beban minimum. Selain agar otot tidak terlalu lama menganggur, juga bermanfaat untuk menstimulasi penyambungan tulang sehingga biasanya pasien dengan pen jenis nail ini akan sembuh lebih cepat. Tetapi sayangnya keadaan sendi paha kiri yang juga sangat lemah memaksa saya untuk melatih beban dengan cara lain seperti menjejakkan kaki ke dinding sambil berbaring, atau berdiri pasif tanpa berjalan.
Saya akhrinya memutuskan untuk menunda operasi penggantian sendi paha kiri. Karena jika saya lemah di kedua kaki maka akan sangat berisiko bagi keduanya. Saya juga akan sangat kesulitan melakukan berbagai aktifitas. Jauh lebih sulit daripada hanya lemah di salah satu kaki. Tentu saja saya juga akan jauh lebih tidak bisa mandiri, sangat bergantung dengan bantuan orang lain yang tentu tidak akan terlalu menyenangkan.
Pelajaran berharga
Yang paling saya khawatirkan dengan kondisi kaki saya adalah terbengkalainya tanggung jawab saya terhadap pekerjaan. Saya ingin semuanya berlangsung dengan cepat agar saya tidak terlalu lama membolos dari pekerjaan. Tetapi ambisi ini menyebabkan saya hilang kendali dan ceroboh. Apa yang saya lakukan tidak terencana dengan baik dan mirip seperti orang yang sedang panik. Akhirnya saya harus beristirahat lebih lama lagi karena patah lagi.
...
Punya pemikiran lain? Punya pengalaman yang sama? Berencana melepas pen dalam waktu dekat? Silahkan tinggalkan kisah, opini, sanggahan, atau komentar lain di kolom komentar dibawah.